Tantangan mendidik saat ini memang sangat kompleks. Komunikasi yang dijalankan dalam pembelajaran memang disatu sisi perlu dilakukan secara dialogis dan humanistic, tetapi juga harus proporsional, masih dalam batas etika antara guru dan siswa. Komunikasi yang terlalu longgar antara guru dan siswa menyebabkan guru kehilangan wibawa, siswa-siswa menjadi berani kepada gurunya, sedangkan komunikasi yang terlalu kaku antara guru dan siswa menyebabkan hubungan antara guru dan siswa pun menjadi kaku dan tidak nyaman. Guru yang kaku kadang dianggap sebagai guru yang killer, tidak punya selera humor, ditakuti, dan dijauhi oleh siswa. Guru selain sebagai sebagai fasilitator pembelajaran, juga perlu menjadi seorang pendengar yang baik. Mau mendengar dengan seksama setiap harapan, keinginan, atau keluhan siswa-siswanya. Setidaknya, setelah siswa mencurahkan unek-uneknya, mereka lebih merasa dihargai oleh gurunya. Bukan hanya guru yang ingin setiap kata-katanya didengar oleh setiap muridnya, murid pun demikian. Ingin didengar dan diperhatikan oleh gurunya. Rasa hormat murid terhadap guru dapat ditumbuhkan dengan cara menunjukkan terlebih dahulu rasa hormat guru terhadap muridnya. Hal ini juga selain sebuah teladan yang baik dari guru, juga akan membuat murid merasa segan terhadap guru.Komunikasi yang terjalin seca raefektif antara guru dan siswa akan menciptakan suasana belajar yang kondusifdan membangun saling pengertian. Selain itu, juga akan membangun kelas sebagai sebuah keluarga yang harmonis. Oleh karena itu, di satu sisi guru perlu meningkatkan kemampuan komunikasinya, karena hal ini berkaitan dengan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosialnya, dan murid pun perlu terus belajar etika dan sopan santun agar dapat menghormati gurunya.